Tujuan akhir kebijakan moneter
adalah menjaga dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang salah satunya
tercermin dari tingkat inflasi yang rendah dan stabil. Untuk mencapai tujuan
itu Bank Indonesia menetapkan suku bunga kebijakan BI 7DRR sebagai instrumen
kebijakan utama untuk mempengaruhi aktivitas kegiatan perekonomian dengan
tujuan akhir pencapaian inflasi. Namun jalur atau transmisi dari keputusan BI
7DRR sampai dengan pencapaian sasaran inflasi tersebut sangat kompleks dan
memerlukan waktu (time lag).
Mekanisme bekerjanya perubahan BI
7DRR sampai mempengaruhi inflasi tersebut sering disebut sebagai mekanisme
transmisi kebijakan moneter. Mekanisme ini menggambarkan tindakan Bank
Indonesia melalui perubahan-perubahan instrumen moneter dan target
operasionalnya mempengaruhi berbagai variable ekonomi dan keuangan sebelum
akhirnya berpengaruh ke tujuan akhir inflasi. Mekanisme tersebut terjadi
melalui interaksi antara Bank Sentral, perbankan dan sektor keuangan, serta
sektor riil. Perubahan BI 7DRR mempengaruhi inflasi melalui berbagai jalur,
diantaranya jalur suku bunga, jalur kredit, jalur nilai tukar, jalur harga
aset, dan jalur ekspektasi.
Pada jalur suku bunga, perubahan BI
7DRR mempengaruhi suku bunga deposito dan suku bunga kredit perbankan. Apabila
perekonomian sedang mengalami kelesuan, Bank Indonesia dapat menggunakan
kebijakan moneter yang ekspansif melalui penurunan suku bunga untuk mendorong
aktifitas ekonomi. Penurunan suku bunga BI 7DRR menurunkan suku bunga kredit
sehingga permintaan akan kredit dari perusahaan dan rumah tangga akan
meningkat. Penurunan suku bunga kredit juga akan menurunkan biaya modal
perusahaan untuk melakukan investasi. Ini semua akan meningkatkan aktifitas
konsumsi dan investasi sehingga aktifitas perekonomian semakin bergairah.
Sebaliknya, apabila tekanan inflasi mengalami kenaikan, Bank Indonesia merespon
dengan menaikkan suku bunga BI 7DRR untuk mengerem aktifitas perekonomian yang
terlalu cepat sehingga mengurangi tekanan inflasi.
Perubahan suku bunga BI 7DRR juga
dapat mempengaruhi nilai tukar. Mekanisme ini sering disebut jalur nilai tukar.
Kenaikan BI 7DRR, sebagai contoh, akan mendorong kenaikan selisih antara suku
bunga di Indonesia dengan suku bunga luar negeri. Dengan melebarnya selisih
suku bunga tersebut mendorong investor asing untuk menanamkan modal ke dalam
instrument-instrumen keuangan di Indonesia seperti SBI karena mereka akan
mendapatkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi. Aliran modal masuk asing ini
pada gilirannya akan mendorong apresiasi nilai tukar Rupiah. Apresiasi Rupiah
mengakibatkan harga barang impor lebih murah dan barang ekspor kita di luar
negeri menjadi lebih mahal atau kurang kompetitif sehingga akan mendorong impor
dan mengurangi ekspor. Turunnya net ekspor ini akan berdampak pada menurunnya
pertumbuhan ekonomi dan kegiatan perekonomian.
Perubahan suku bunga BI 7DRR
mempengaruhi perekonomian makro melalui perubahan harga aset. Kenaikan suku
bunga akan menurunkan harga aset seperti saham dan obligasi sehingga mengurangi
kekayaan individu dan perusahaan yang pada gilirannya mengurangi kemampuan
mereka untuk melakukan kegiatan ekonomi seperti konsumsi dan investasi.
Dampak perubahan suku bunga kepada
kegiatan ekonomi juga mempengaruhi ekspektasi publik akan inflasi (jalur
ekspektasi). Penurunan suku bunga yang diperkirakan akan mendorong aktifitas
ekonomi dan pada akhirnya inflasi mendorong pekerja untuk mengantisipasi
kenaikan inflasi dengan meminta upah yang lebih tinggi. Upah ini pada akhirnya
akan dibebankan oleh produsen kepada konsumen melalui kenaikan harga.
Mekanisme transmisi kebijakan moneter ini
bekerja memerlukan waktu (time lag). Time lag masing-masing jalur bisa berbeda
dengan yang lain. Jalur nilai tukar biasanya bekerja lebih cepat karena dampak
perubahan suku bunga kepada nilai tukar bekerja sangat cepat. Kondisi sektor
keuangan dan perbankan juga sangat berpengaruh pada kecepatan tarnsmisi
kebijakan moneter. Apabila perbankan melihat risiko perekonomian cukup tinggi,
respon perbankan terhadap penurunan suku bunga BI 7DRR biasanya sangat lambat.
Juga, apabila perbankan sedang melakukan konsolidasi untuk memperbaiki
permodalan, penurunan suku bunga kredit dan meningkatnya permintaan kredit
belum tentu direspon dengan menaikkan penyaluran kredit. Di sisi permintaan,
penurunan suku bunga kredit perbankan juga belum tentu direspon oleh
meningkatnya permintaan kredit dari masyarakat apabila prospek perekonomian
sedang lesu. Kesimpulannya, kondisi sektor keuangan, perbankan, dan kondisi
sektor riil sangat berperan dalam menentukan efektif atau tidaknya proses
transmisi kebijakan moneter.
Comments
Post a Comment